Saat kau
pertama kali bersepeda kerumahku dan memanggil namaku.
Suara khas
anak-anak melengkapi hari-hari kita, saat di Sekolah Dasar dulu.
Aku masih
ingat ketika pertama kali kau mengungkapkan isi hatimu padaku.
Begitu pula
diriku, ditengah riuhnya ruang kelas hanya milik percakapan kita.
Kita nyaris
terhenyak ketika orang yang kita taksir berinisial sama dan merupakan saudara.
Apa kau
masih ingat?
Kemanapun
kita selalu bersama bahkan hingga memakai rok biru tua itu.
Beberapa
orang memanggil kita kembar, dan kita hanya membalas dengan tertawa lucu.
Rumahmu
sudah sangat biasa menjadi kunjunganku, begitu pula dengan rumahku.
Ingatkah kau
hal yang mulai menjauhkan kita?
Kurasa kita
mulai menemukan kesibukan masing-masing dengan cara yang lain.
Namun ada
satu hal yang tetap membuat kita dekat,
Karena kita
selalu belajar matematika bersama disamping rumahmu.
Kau yang
jelita, dengan segudang teman dan pujangga yang mengharapmu.
Kadang
membuatku iri dan terheran ketika kau sering merasa minder, kau tahu kau lebih
dari itu?
Namun aku
tertegun ketika suatu hari kau ucapkan,
Satu kata
yang bisa melukiskanku adalah kata “Perfect”, “Aku iri padamu”.
Kita
beranjak dewasa, dengan rok abu-abu kau mulai berubah menjadi seorang puteri
Parasmu yang
cantik semakin memikat hati siapa saja lelaki yang melihatmu.
Aku
mendengar kau akhirnya menemukan lelaki sejatimu sobat.
Saat itu kau
bukan lagi menjadi bagian dari hariku, karena kita telah berbeda.
Dan ditengah
perbedaan itu ada hal yang mulai mendekaatkan kita lagi?
Ketika
saudaramu mendekatiku, dan kau menjadi perantara bagiku.
Aku
membayangkan bagaimana bila persahabatan kita suatu saat akan menjadi saudara.
Namun semua bayangan
itu sirna tatkala dia bukan menjadi yang terakhir bagiku.
Aku mendahului
toga kelulusanmu dengan kelas program percepatan.
Pergaulan
kita semakin berbeda, kau mulai jauh dariku sobat.
Empat
sekawan kita yang dulu begitu kompak kini tak ada artinya lagi.
Ibarat burung
yang lepas dari sangkarnya apakah sudi untuk kembali lagi?
Ketika libur
menjelang empat sekawan selalu berkumpul, bersua, bercanda.
Namun tak
selalu ada kamu yang hadir melengkapi canda tawa kami bertiga.
Pernah suatu
hari kau luangkan waktumu di ritual liburan kita selama satu malam.
Nostalgia
kembali utuh hingga waktu yang menetes terasa mengalir.
Indah, namun
waktu tak pernah mengatakan masa depan.
Kini kau
memilih jalanmu sobat,
Jalan yang
selama ini kita tahu dan kita takutkan
Waktu tak
akan bisa memutar masanya lagi
Aku tahu
perasaanmu, Berat.
Tapi inilah
hidup.
Semoga
persahabatan ini tak akan pernah berakhir.
Regard,
ur childhood’s Best Friend
Dear.
Gondang Winangoen,
|
0 comments:
Posting Komentar