Dear diary, sudah sekian lama aku meninggalkan komputer karena telah tergantikan oleh laptop, entah kenapa hari ini aku merasa memiliki draft dokumen yang terlupakan, dan…benar saja, ini salah satunya, ketika menghidupkan komputer dan searhcing di my dokumen, aku menemukan tulisan lamaku, tepatnya tanggal 31 AGUSTUS 2008 aku menulisnya, kisah ini menceritakan tentang hidupku sejak lahir hingga menghadapi liku dan cadasnya memasuki jenjang SMA. Membacanya terasa lucu karena kini aku telah menduduki bangku perkuliahan.
Selamat membaca, ini tulisan asliku tempoe dulu, dengan sedikit perbaikan tentunya,hehehehe………..
A K U
Aku, lahir di Jawa Tengah, di sebuah kota kecil bernama Klaten, saat denting jam menunjuk pukul 15.00, Jum’at 19 Januari 1993. Namun sebagian masa kecilku abadi di Pontianak , Kalimantan Barat. Pekerjaan ayahku sebagai konsultan trasmigrasi kala itu membawaku, Devia Indah Yanuarti yang merupakan anak satu-satunya bagi pasangan Ir.Santoso dan Dra.Anonsih Widowati, beserta ibuku untuk menetap di Pontianak, mungkin kala itu merupakan puncak karier bagi ayahku dalam hal material maupun ekonomi, namun rupanya kebahagiaan keluarga kami tak sempurna karena aku sempat menderita infeksi saluran pernafasan yang cukup akut, asap kebakaran hutan dan berbagai polusi udara di Kalimantan didiagnosa sebagai penyebab penyakit yang aku derita. Selama aku di Pontianak , belum pernah sekalipun aku melihat langit yang dihiasi bintang dan awan yang warnanya kontras dengan langitnya, kata orang-orang, asap kebakaran hutan yang menjelmakan keadaan itu. Semua hal disini, termasuk tercemarnya lingkungan di Pontianak membuat kondisiku kian memburuk. Namun, apa saat itu aku peduli? Apa aku peduli dengan kesehatannya? Seingatku…yang kurasakan saat itu hanyalah rasa ingin memberontak karena orangtuaku tak pernah mengijinkan aku jajan sembarangan, aku dilarang minum es, makan permen yang warnanya mencolok, padahal bagi anak berusia 3 tahun itu adalah salah satu hal yang sungguh memikat. Namun kesimpulanku saat ini mengatakan, kala itu orangtuaku mengabulkan apa saja permintaanku kecuali es, permen yang terlalu jorok dan jajanan di jalanan, terlambatkah aku menyadarinya?ah, barangkali itu memang wajar, anak balita mana bisa memahami hal semacam itu, yang terpenting adalah hikmah yang kusadari saat ini, terimakasih dan salam sayang untuk kedua orangtuaku.”
Usia 3 tahun adalah usia dimana aku menginginkan sekolah. Tiap pagi duduk di halaman bersama ibuku, melihat anak-anak bersekolah, rupanya menarik minatku, akhirnya permintaanku dikabulkan juga.. TK Mekar, TK terdekat dari rumahku menjadi tempat pertamaku dalam menggayuh pendidikan, mungkin aku terlalu kecil waktu itu, namun sifatku yang terlalu percaya diri, yang kutujukan dan kuungkapkan kepada semua teman baruku, guruku, rupanya membawa dampak baik, namun kebanyakan juga dampak buruk, percaya diri bagiku saat itu disertai dengan keegoisan serta tidak mau kalah, hal itu yang mungkin membuat aku memiliki banyak teman sekaligus amat banyak musuh. Namun mengingat semua itu tetap membuat aku bangga karena berbagai even perlombaan serta pentas seni sering kulakoni dengan sempurna, misal menyanyi, membaca puisi, hampir semua temanku menangis ketika naik panggung, namun aku dengan PDnya meluncurkan aksi panggung yang berantakan mungkin, namun setidaknya amat berani, lomba balap sepeda juga berhasil kuraih dengan predikat pertama, hal ini berlangsung serupa pula di TK-ku yang kedua, TK Mukadimmah yang kupilih sendiri karena halaman depannya yang penuh dengan aneka wahana permainan.
Umur 6 tahun ayahku memutuskan kembali menetap di kota asal kedua kakek nenekku, Klaten, dikarenakan perang suku yang makin kerap terjadi di sekitar Pontianak serta adanya krisis moneter yang melanda serta dampaknya amat siknifikan bagi usaha ayahku. Akupun memasuki babak baru, masa SD dengan lingkungan yang tak jauh berbeda bagiku, penyakit yang kuderita juga semakin pulih seiring bertambahnya umurku di kota Klaten tercinta. SD Negeri II Klaten akhirnya menjadi rumah keduaku, aku mulai mendapat banyak teman, akupun siswa yang cerdas dan selalu masuk peringkat 3 besar, namun aku merasakan kesenjangan di Sekolah Dasar ketika beberapa genk kelas mulai terbentuk, terkadang aku iri dengan teman-temanku. Baru ketika menginjak kelas 4, popularitasku pun dimulai, aku banyak ditunjuk menjadi ketua pramuka, bendahara kelas, dan mulai memiliki banyak teman dekat dan penggemar. Aku pandai menggambar dan lompat tinggi waktu itu, sehingga lomba tingkat kedaerahanpun sempat kuikuti, namun hasil terbaik belum bisa kuraih.
Usia 11 tahun aku berhasil meraih salah satu impian terbesarku, bersekolah di SMP Negeri II Klaten, aku amat bangga dan bersyukur atas usahaku yang membuahkan hasil. SMP merupakan puncak dari popularitasku dalam segala bidang, kecuali prestasi, karena aku tak se-genius waktu SD, namun rupanya banyak dari teman-temanku yang masih mengandalkan prestasiku dalam hal bertanya ataupun berdiskusi. Di SMP aku mengikuti hampir semua organisasi dengan jabatan yang cukup terpandang, dari menjadi sekretaris OSIS, pleton PBB, Pramuka, PMR, hingga panitia-panitia singkat yang dibentuk dalam rangka kepentingan sosial. Aku mendapatkan banyak sahabat karib dan hampir tidak pernah lagi kesepian, duniaku amat beragam dengan segala tantangan dan kejutan yang mengacu pikiran serta adrenalinku. Kala itu kegemaranku melukis telah tergantikan dengan berbagai desain grafis yang kukuasai setelah mengenal Corel Draw serta Photoshop, pengabdianku yang terakhir disekolah adalah dipercaya dalam membuat Kalender tahunan serta desain background dalam pesta perpisahan kelas 9. Aku bangga pada posisiku kala itu terlebih ketika aku berhasil memasuki kelas unggulan di SMA Negeri I Klaten yaitu Akselerasi, sebelum teman lain mendapatkan sekolah, waktu jeda beberapa minggu setelah UNAS kugunakan untuk bersenang-senang tanpa sedikitpun beban kurasa. Namun disamping itu aku juga selalu mendampingi sahabatku meghadapi ujian seleksi SMA, membantu mereka belajar, hingga mengantar saat pendaftaran.
Aku memasuki babak penuh pertimbangan di kelasku kini, SMA Negeri I Klaten. Dengan kelas unggulan yang berhasil kuraih rupanya sebanding pula dengan tingkat persaingan antar siswa. Ini pertama kalinya aku merasa kurang dalam hal prestasi di kelas, popularitasku yang dulu pun kini tergantikan, aku tetap memiliki sahabat-sahabat baik baru maupun yang lama, namun aku tak lagi menjamah kegiatan sosial serta organisasi di sekolah, aku sadar, aku harus secepatnya beradaptasi, karena hilangnya satu warna dalam hidupku tak akan menghapus ribuan warna lain yang berlomba mengisi hariku. Aku merangkak perlahan namun aku tahu itu pasti, dengan penuh rasa syukur, harapan, dan kebahagiaan. Pahit dan buruk memang selalu silih berganti namun kali ini aku akan menyikapinya secara lebih dewasa, karena aku sadar…aku telah mencapai setidaknya sepertiga nafasku, dan titik kehidupan yang lebih nyata baru akan kutempuh setelah aku berhasil menggapai universitas yang tepat, karena saat itulah masa depan yang sesungguhnya dimulai.
Karya :
Devia Indah Yanuarti
XII Aksel 07